Pidie, 11 Oktober 2016 Belajar dari Pengalaman Pidie Tangani Masalah PDB
 | Oleh: Maya Keumala DewiAskot CD Kabupaten Pidie OSP 10 Aceh Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) |
Berbicara Pinjaman Dana Bergulir (PDB), yang terlintas hanya satu kata “macet”. Dan dari sekian banyak kegiatan yang ada, PDB selalu menjadi fenomena. PDB dimulai pasca awal program, hingga akhirnya program berganti nama. Namun, permasalahan PDB belum, bahkan tak kunjung tuntas.
Terlalu banyak kendala saat PDB akan dituntaskan oleh konsultan lapangan, karena masih banyaknya pemahaman masyarakat bahwa dana tersebut adalah hibah, sehingga masyarakat beranggapan dana tersebut tidak perlu dikembalikan lagi. Akibat dari anggapan tersebut, tidak menutup mata, ada di antara para peminjam yang menggunakan dana tersebut bukan untuk pengembangan usaha, melainkan untuk kebutuhan sekunder. Ada juga yang menggunakannya untuk kebutuhan primer, karena banyak di antara peminjam tidak memiliki usaha.
PDB sering menjadi pisau bermata dua. Jika pengelolaan dilakukan dengan baik maka akan memberikan dampak positif dalam peningkatan ekonomi rumah tangga masyarakat. Di sisi lain, PDB berpotensi mengurangi keharmonisan hubungan antarsesama masyarakat yang mengalami kendala dalam pengembalian pinjaman. Semua terletak pada pemahaman yang ada. Mengubah pemahaman tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Ada beberapa rencana taktis dan strategi yang harus digunakan terkait penyelesaian hal tersebut, seperti menjadikan pembahasan PDB sebagai “trending topic” dalam setiap pertemuan. Terkait strategi tersebut fasilitator di lapangan tak jarang menemukan hambatan besar, seperti adanya peringatan keras dari masyarakat yang mengatakan bahwa hanya akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat antara satu dan lainnya. Terutama akan merusak keharmonisan yang sudah terbina selama ini. Setidaknya itu yang dialami oleh dua tim fasilitator, TF 11 dan TF 12, yang ada di wilayah dampingan Program KOTAKU Kabupaten Pidie.
Strategi lainnya yang dilakukan oleh tim fasilitator adalah pendekatan kepada para tokoh masyarakat dan tokoh kunci di setiap gampong. Pendekatan yang dilakukan, antara lain, mengawali topik pembicaraan dengan berbagai cara, tapi tidak langsung pada titik permasalahan. Strategi lainnya adalah melibatkan geuchik (kepala desa) terkait penanganan PDB. Tak jarang ada geuchik yang langsung menolak terkait permasalahan ini, sampai ada ungkapan, “Lagee ta peudong iku mie.”(Baca: Seperti kita meluruskan ekor kucing).
Namun demikian, usaha dan pendekatan terus dilakukan dengan terus memberikan pemahaman pada geuchik baik secara personal ataupun dalam setiap pertemuan yang ada. Upaya terus dilakukan, sampai melibatkan pihak kecamatan. Secara khusus tim meminta dukungan camat, dan Camat Kota Sigli Syaiful Ikhwan menyambut baik hal ini. Akhirnya camat pun menjadikan PDB sebagai salah satu topik bahasan dalam setiap rapat rutin yang dilakukan bersama para geuchik untuk 15 desa di bawah Kecamatan Kota Sigli.
Proses penyelesaian tersebut terbukti cukup efektif dan memberikan dampak yang luar biasa terhadap permasalahan PDB yang macet. Masyarakat yang mengalami kemacetan dalam pengembalian dana bergulir secara sadar akhirnya mau diajak dalam pertemuan pembahasan khusus terkait PDB, yang ikut disaksikan oleh geuchik dan aparaturgampong serta BKM, bukan hanya sebatas pada pertemuan geuchik, bahkan sampai pada pertemuan tingkat Kabupaten Sigli pembahasan PDB menjadi salah satu agenda yang disampaikan.
Tindakan awal yang dilakukan oleh fasilitator bersama masyarakat dan juga aparatur adalah mengumpulkan ulang data para peminjam. Memang sebagian data para peminjam hilang, karena tidak adanya sistem manajemen administrasi sejak awal. Kemudian, dilakukan identifikasi data melalui tokoh masyarakat dan tokoh kunci yang ada di gampong. Hal ini merupakan salah satu tantangan terbesar bagi fasilitator.
Di tingkatan konsultan dan fasilitator banyak paradigma yang muncul bahwa permasalahan PDB identik pada tugas dan tanggung jawab fasilitator ekonomi (di tingkatan fasilitator), dan UPK (di tingkatan desa). Namun, berbeda yang dilakukan oleh TF 11- 12 Kabupaten Pidie. Permasalahan PDB adalah permasalahan semuanya. Karena, berbicara masalah PDB artinya berbicara permasalahan tim. Ada permasalahan sosial di sana, yang lebih kepada permasalahan mengubah pola pikir.
Tim fasilitator juga melakukan penguatan kelompok melalui penerapan “Panca Sutra” agar lebih memperkuat kelompok. Selain itu, tim fasilitator bersama aparatur gampongmelakukan penguatan mendalam kepada masyarakat, demi menetralisir hubungan yang sempat terganggu antarmasyarakat yang muncul kembali karena masalah pinjaman dana bergulir tersebut.
Kini fasilitator juga membantu langsung dalam memberikan konsultasi dan arahan mengenai strategi usaha yang dijalankan dan perubahan cara pikir untuk selalu dapat menjalankan “Panca Sutra” demi membangun kembali kelompok-kelompok yang sempat tidak terkoordinir dengan baik selama ini. Harapannya ke depan, PDB dapat menjadi acuan motivasi terhadap pengembangan usaha, hingga mampu menjadikan program ini sebagai peningkatan ekonomi rumah tangga bagi masyarakata berpendapatan rendah. [Aceh]
Editor: Nina Razad
Sumber : KOTAKU NASIONAL |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar